4 Julukan Arjuna Sebagai Standar Karakter Teladan bagi Kita #BhagavadGitaIndonesia

Nama julukan atau nick-name adalah nama seseorang yang bukan merupakan nama aslinya. Nama julukan bersifat tidak resmi, namun bersifat sosial dalam suatu komunitas tertentu. Nama julukan dapat bercirikan karakter atau ciri khas yang gampang untuk diingat.

Para pembaca Bhagavad Gita sering tidak memperhatikan julukan Arjuna yang disebut Krishna dalam suatu sloka. Padahal julukan Arjuna tersebut penting agar para pembaca memahami makna atau karakter dari julukan tersebut agar bisa meneladani tindakan Arjuna dalam julukan tersebut.

  1. Kurunandana

Kebanggaan wangsa/dinasti Kuru, agar kita berupaya agar pantas menjadi orang yang dibanggakan keluarga kita.

“Wahai Kurunandana (Arjuna, Kebanggaan wangsa Kuru), dalam menjalani yoga ini, berkarya dengan Kesadaran Jiwa – mereka yang paham, niscayalah teguh dalam keyakinannya. Sementara itu, mereka yang tidak paham, tidak pula teguh dalam keyakinannya, karena pikiran mereka masih bercabang.” Bhagavad Gita 2:41

Rumusan atau Formula yang menakjubkan ialah, tidak seperti rumusan-rumusan ilmiah yang menjadi baku, ayat-ayat seperti ini tidak baku, tidak beku. Ayat-ayat ini cair; dan sepenuhnya berlandaskan kesadaran serta pemahaman spiritual. Sehingga, setiap membaca ayat-ayat seperti ini, Anda bisa menemukan pemahaman baru sesuai dengan tingkat kesadaran Anda.

Yang penting, terutama, adalah pemahaman tentang Hakikat-Diri sebagai Jiwa Abadi. Jika Anda berkarya dengan pemahaman tersebut, dengan penuh keyakinan, maka niscayalah segala tantangan hidup dapat dihadapi dengan mudah. Namun, jika Anda tidak memahami Hakikat-Diri sebagai Jiwa yang Kekal, Abadi, dan Mampu – tapi, justru menganggap diri sebagai badan yang serba terbatas, maka pikiran Anda sudah pasti kacau dan melemah. Kemudian, dengan pikiran yang kacau, bercabang, dan lemah – sungguh sulit menghadapi tantangan sekecil atau seringan apa pun. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia via #BhagavadGitaIndonesia

 

  1. Gudakesa

Sebutan Gudakesa (Arjuna berambut lebat) oleh Sri Krsna dan sebutan Hrsikesa (Krsna berambut lebat) oleh Sanjaya adalah sebutan kepada orang yang terhormat. Sudahkah kita menjadi orang yang terhormat?

“Lihatlah di dalam diri-Ku ini, wahai Gudakesa (Arjuna Berambut Lebat); seantero alam yang terdiri dari makhluk-makhluk yang bergerak, maupun wujud-wujud kehidupan yang tidak-bergerak. Sungguh kau dapat melihat apa saja yang kau inginkan.” Bhagavad Gita 11:7

Pertama, Arjuna diajak-Nya untuk menyadari bila semua makhluk, semua bentuk kehidupan, termasuk bebatuan dan pepohonan — semua ada di dalam-Nya.

Sementara itu, kita masih sulit menyadari hal tersebut. Secara teori, barangkali kita tahu…. Semua makhluk ada di dalam-Nya. Tetapi teori saja tidak cukup. Adakah kita memiliki rasa empati dan kepedulian yang sama terhadap semua makhluk, temasuk wujud-wujud kehidupan yang “seolah tidak bergerak”.

Jangankan makhluk-makhluk lain dan wujud-wujud kehidupan yang beda, kita masih menarik garis antara milikku dan miliknya. Ini anakku, dia anak orang lain. Ini rumahku, “aku mesti memasang talang untuk pembuangan air hujan, supaya terasku tidak basah”. Pedulikah kita bila talang yang kita pasang itu bisa berakibat teras atau rumah tetangga terendam air hujan.

Jika, kita masih mengkonsumsi daging, maka saatnya kita bertanya pada diri sendiri, “Adakah rasa empati di dalam diri kita?” Demikian pula, jika kita masih seenaknya membakar hutan, merusak lingkungan, dan sebagainya – maka, kita belum mampu melihat sernua itu di dalam-Nya.

Kita mencintai seseorang, apakah kita akan “merusak”, menyayat, atau melukai jarinya dengan berdalih, “Ah, itu kan jari saja. Hanya salah satu dari sepuluh jari.” Cinta, tapi merusak jari orang yang kita cintai. Bisakah kita melakukan hal itu?

Sekarang tinggal selalu mengingatkan diri bahwa alam semesta dengan seluruh isinya adalah wujud-Nya. Merusak sesuatu apa pun adalah merusak-Nya. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia via #BhagavadGitaIndonesia

 

Ada juga yang menyebut Gudakesa dari kata gudaka (tidur), Gudakesa berarti penakluk tidur atau ignorance, maya.

“Meninggal saat Rajas berkuasa, Jiwa mengalami kelahiran ulang di dalam keluarga yang (sama-sama) terikat dengan aktivitas dan agresivitas. Demikian juga, seseorang yang meninggal saat Tamas berkuasa, mengalami kelahiran ulang lewat rahim (seorang ibu yang sama-sama) bodoh (dan didominasi oleh tamas).” Bhagavad Gita 14:15

Mereka yangterikat dengan tindakan dan dengan agresivitas selalu mengejar kebendaan tanpa kesadaran bila yang dikejarnya adalah fatamorgana. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia via #BhagavadGitaIndonesia

  1. Dhananjaya

Penakluk kebendaan. Pada saat kita membaca Krsna menyebut Arjuna Dhanajaya, untuk memahami sloka tersebut, kita perlu memberdaya diri kita agar tidak menjadi budak materi, kebendaan.

“Berkaryalah dengan Kesadaran Jiwa, kemanunggalan diri dengan semesta, wahai Dhananjaya (Arjuna, Penakluk Kebendaan). Berkaryalah tanpa keterikatan pada hasil, tanpa memikirkan keberhasilan maupun kegagalan. Keseimbangan diri seperti itulah yang disebut Yoga.” Bhagavad Gita 2:48

Kṛṣṇa mengingatkan Arjuna akan sifatnya. Arjuna bukanlah seorang materialis. Sebab itu, ia mendapat julukan Dhananjaya, Penakluk Kebendaan, Penakluk Harta-Kekayaan, berarti ia telah melampaui benda dan kebendaan, dalam pengertian, ia dapat menikmati dunia-benda tanpa keterikatan, maupun ketergantungan.

Arjuna adalah Calon Kuat untuk menjadi Yogi – Untuk hidup dalam Kesadaran Yoga, yakni hidup dengan penuh kesadaran bila alam benda, bahkan badan sendiri hanyalah ruang main, panggung sandiwara. Bahwasanya, Jiwa berada di ruang ini untuk meraih pengalaman yang dapat memperkayanya – itu saja.

Bukan memperkaya secara materi. Jiwa tidak berkepentingan dengan materi. Kekayaan Jiwa adalah, lagi-lagi, kesadaran diri. Kesadaran bahwa, sesungguhnya ia tak pernah berpisah dari Sang Jiwa Agung. Berbagai pengalaman yang diperolehnya selama “berbadan” hanyalah semata untuk mengukuhkan keyakinannya pada Hakikat-Diri.

Kekayaan seorang Yogi adalah Kesadaran Yoga. Dan, Yoga adalah keseimbangan diri, kebahagiaan sejati. Yoga membuat Anda tidak berjungkat-jungkit antara dua ekstrem, dua kubu suka dan duka. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia via #BhagavadGitaIndonesia

 

  1. Partha

Putra Pritha, Kunti yang merupakan seorang bhakta, panembah. Krishna mengingatkan Arjuha bahwa dia adalah putra dari ibu yang merupakan seorang bhakta, panembah.

“Demikian, roda kehidupan berputar terus, dengan makhluk-makhluk hidup saling menghidupi dan berbagi. Seseorang yang tidak melakukan hal itu Partha (Putra Prtha – sebutan lain bagi Kunti, Ibu Arjuna) dan hidup untuk memenuhi nafsu-indranya saja, sesungguhnya hidup dalam kesia-siaan.” Bhagavad Gita 3:16

Berbagi berarti menjadi bagian dari Kehidupan Agung. Menjadi bagian dari Pesta Raya Kehidupan. Sungguh merugilah orang yang datang ke pesta, tapi duduk bengong di pojok.

Atau seperti seorang pedagang yang datang ke pasar untuk berbelanja, tapi tidak jadi. Ia malah menunggu di luar pasar sambil berulang-ulang menghitung uang di kantongnya dan berpikir terus, tidak bisa menentukan  mau beli apa untuk dijual kembali.

Jadilah bagian dari Pesta Raya Kehidupan, jadilah pedagang yang cerdas dan bijak. Berkaryalah dengan semangat manembah. Hidup dan saling menghidupi! Nikmatilahkeberadaan kita di dunia ini. Persinggahan  kita di sini hanyalah untuk sesaat saja, manfaatkan setiap saat. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia via #BhagavadGitaIndonesia

Leave a comment