Kisah Lakshmana dan Guha Membicarakan Penderitaan Sri Rama
Dikisahkan oleh seorang Master tentang Kesedihan Guha, bhakta Sri Rama yang merasa sedih melihat penderitaan Sri Rama dan Sita yang harus menjalankan pengasingan selama 14 tahun. Sebagai kepala nelayan dia merasa sangat sedih Gusti junjungannya tidur dan hidup di hutan. Pada saat Guha mendayung perahu menyeberangi sungai, Sri Rama dan Sita tertidur dalam perahu, mungkin karena kecapekan.
Guha bergumam, “Betapa jahatnya Permaisuri Keikayi dan Manthara sang dayang jahat, yang membuat Gustinya mengalami penderitaan. Seorang putra mahkota harus hidup di hutan pengasingan bersama istrinya selama 14 tahun. Begitu banyak bahaya mengancam di hutan, apakah Gusti dapat menjalani dengan selamat? Semoga mereka yang bertindak jahat terhadap Gusti memperoleh balasan yang setimpal.”
Lakshmana yang tidak tidur mengingatkan Guha, “Saya juga sangat marah terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap Rama. Tetapi saya pribadi tidak tahu Tujuan Hidup Rama. Saya yakin Dia harus menghancurkan Adharma. Untuk itulah Gusti Pangeran mewujud dalam ‘pakaian’ manusia. Dia meninggalkan istana untuk melakukan tugas yang tak dapat saya pahami. Bagaimana kita bisa memahami Gusti (Yang Mewujud sebagai Manusia), dengan segala keterbatasan pemahaman dan kesadaran rendah kita?”
Ketika Gusti Pangeran mewujud dalam dunia material, Dia selalu memiliki Agenda. Demikian pula ketika para Master lahir di Dunia, mereka selalu memiliki Agenda.
……………
Para Avatara menghargai orang saleh bijaksana, memusnahkan pelaku adharma dan menegakkan dharma. Mereka tidak terikat oleh hukum karma, mereka berada di atas hukum karma, tapi bertindak dalam hukum karma untuk memberi keteladanan.
Ketika Dia datang banyak para rekan akrabnya ikut berperan dalam drama dunia. Mereka memainkan drama begitu sempurna, seolah-olah nyata, tapi sejatinya tidak demikian. Krishna kecil menghadapi banyak bahaya dari para Raksasa, Asura bersama para gopi dan gopala. Gusti memberikan kisah begitu banyak kesulitan dan bahaya mengepung-Nya. Dia menyampaikan pemahaman bahwa hidup di dunia materi adalah penuh penderitaan, tidak peduli siapa pun kita. Siapakah kita yang dapat melepaskan diri dari penderitaan selama hidup di dunia. Siapakah kita yang ingin mengalami kebahagiaan sempurna tanpa rintangan dan ketidaksempurnaan dalam dunia?
Keterikatan kita pada kenikmatan duniawi yang membuat kita berharap yang demikian. Gusti memberi keteladanan bagaimana menegakkan dharma di tengah kekacauan dunia. Sesulit apa pun peran yang harus di jalani tetapi hidup harus menegakkan dharma. Itulah instruksi Krishna kepada Arjuna untuk berperang melawan para sepupu dan gurunya untuk menegakkan dharma. Demikian pesan dalam Bhagavad Gita.
Para Avatara tidak memiliki karma, tidak terikat dengan karma tapi demi kebaikan manusia mereka bertindak seolah-olah menjalani karma.
Penjelasan Sang Master membuka wacana mengapa Gusti Yesus harus mengalami penyaliban, demikian pula para Master mengalami penderitaan dan bahkan penjara di dunia materi.
Penjelasan Bhagavad Gita Mengenai Keteladanan Para Suci
“Apa pun yang dilakukan oleh para petinggi, dan mereka yang berpengaruh, menjadi contoh bagi rakyat jelata. Keteladanan yang mereka berikan, menjadi anutan, dan diikuti oleh masyarakat umum.” Bhagavad Gita 3:21
Sebab itu, mereka yang berada dalam posisi “penting”, “besar”, “tinggi” , dan berpengaruh – mesti berhati-hati dalam segala hal. Dalam setiap ucapan dan tindakan.
……………
Krsna mengajak Arjuna untuk meneladani Janaka – Sebelum meraih kekuasaan, Krsna sudah meletakkan standar kepemimpinan bagi Arjuna, “Seperti Janaka, seperti para bijak lain yang bersifat sama.”
Para psikolog modern menemukan berbagai kecenderungan masyarakat yang sungguh mengkhawatirkan. Misalnya kecenderungan memilih pemimpin karena penampilan dan reportase media yang diatur untuk memenangkan calon tertentu. Ini bisa terjadi di negeri Paman Sam, di belahan dunia yang dianggap lebih pintar, lebih cerdas, lebih sadar dari dunia ketiga yang belum cukup berkembang. Apalagi di negara-negara yang tingkat pendidikan manusianya hanya dinilai dari kemelekan terhadap huruf atau dari gelar akademis belaka!
Kemampuan membaca dan gelar tidak membuktikan bahwa yang bersangkutan sudah berpendidikan, sudah matang, sudah mampu memilah antara yang tepat dan tidak tepat.
Nah, apalagi dalam keadaan seperti itu, contoh keteladanan yang diberikan oleh seorang pemimpin, seorang tokoh, menjadi sangat penting. Seorang pemimpin tidak boleh teledor. Jika ia teledor, maka keteledorannya itulah yang akan ditiru oleh rakyatnya.
Krsna mewanti-wanti Arjuna untuk tidak bersikap demikian, tapi untuk menjadi pemimpin yang baik, sadar dan efektif.
(Para Master selalu mengingatkan para muridnya untuk menjadi pemimpin yang baik, sadar dan efektif – Pencatat Kutipan)
“Partha (Putra Prtha – sebutan lain bagi Kunti, Ibu Arjuna), di tiga alam ini tiada suatu tugas atau kewajiban bagi-Ku. Tiada pula sesuatu yang belum Ku-peroleh dan mesti diperoleh. Kendati demikian, Aku tetap berkarya.” Bhagavad Gita 3:22
Keadaan inilah yang sering membingungkan orang-orang bodoh seperti kita. Mereka yang belum sepenuhnya sadar – diajarkan untuk berkarya. Mereka yang sepenuhnya sadar – dianjurkan tetap berkarya juga. Dua-duanya mesti berkarya tanpa mementingkan diri. Lalu bedanya apa? Bagaimana mengetahui bila saat ini kita berhadapan dengan seorang Arjuna yang sedang melaksanakan tugasnya, atau Krsna yang sudah bebas tugas, tapi tetap berkarya?
Perbedaan antara Krsna dan Arjuna memang sangat tipis – Jika bertemu dengan mereka di pasar dunia, kita hampir tidak bisa membedakannya. Arjuna sedang jual bawang. Krsna sedang jual cabai.
Arjuna seorang profesional, pun demikian dengan Krsna. Ia pun punya profesi. Arjuna berada di istana, istana Krsna pun tidak kalah mewahnya.
Lalu begaimana membedakan mereka? Pertanyaan ini mesti dijawab dengan pertanyaan lain, “Perlukah kita membedakan mereka?” Contohi mereka. Ikuti anutannya. Ikuti standar keteladanan yang mereka berikan. Yang penting adalah berkarya tanpa pamrih, demi kebaikan semua. Yakinlah, dalam kebaikan bagi semua, kebaikan diri dan keluarga Anda pasti sudah ikut terurusi.
Adalah sorang Krsna sendiri yang tahu bila dirinya sudah berkesadaran-Krsna. Kita hanya bisa mengetahuinya jika kesadaran kita, setidaknya sudah mencapai, menyerupai tingkat kesadaran Arjuna.
Kesadaran Arjuna adalah kesadaran atas kebingungannya. Kesadaran Arjuna adalah kesadaran yang mampu menundukkan kepala ego dan bersujud pada Krsna. Kesadaran Arjuna adalah bebas dari rasa ke-“aku”-an. Jika kita sudah berkesadaran demikian seperti itu, maka tiba-tiba, “Eh, ternyata selama ini Krsna ada di sampingku, mengarahkan setiap langkahku. Aku saja yang bodoh, dan tidak mengenal-Nya.”
“Jika Aku tidak giat berkarya, maka niscayalah tatanan dunia ini akan kacau, karena manusia mengikuti keteladanan-Ku dalam segala hal.” Bhagavad Gita 3:23
………
Ia menghendaki kita berkarya dengan semangat-Nya, tanpa pamrih, tidak korup – sehingga masyarakat umum dapat mengikuti teladan kita.
“Jika Aku berhenti berkarya, niscaya terjadi kekacauan di dunia ini, semuanya akan punah binasa, dan Aku menjadi penyebab kebingungan, kemusnahan dan kebinasaan seluruh umat manusia.” Bhagavad Gita 3:24
Di sini Krsna sedikt subjektif. Apa urusan-Nya di medan perang Kuruksetra? Dia tidak perlu terlibat, tapi tetaplah dia melibatkan diri, bahkan menjadi sais kereta Arjuna. Ia tetap berkarya demi dharma, demi kebajikan, keadilan, kebenaran.
…………….
Krsna memberi warna, memberi corak, memberi purpose, maksud dan tujuan. Krsna mengarahkan, dan Pandava mengikuti arahan-Nya. Tidak demikian dengan Kaurava. Krsna telah berusaha untuk menyadarkan Kaurava. Mereka tidak menggubris aeahan-Nya. Ya, apa boleh buat.
Pun, demikian dengan para Krsna masa kini…….
Mereka tidak memiliki kepentingan apa pun. Mereka telah mencapai kesadaran tertinggi, namun mereka tetap berkenan untuk turun dari puncak kesadarannya untuk mengarahkan masyarakat yang sudah tidak terarah. Mereka adalah manusia-manusia berkesadaran Krsna.
Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia #BhagavadGitaIndonesia.
Dengan kisah di atas kita dapat menyadari bahwa Para Master tidak terikat dengan karma tapi demi kebaikan manusia mereka bertindak seolah-olah menjalani karma.