Inspirasi Diri: Kita Tidak Bisa Mengendalikan Semua Yang Di Luar Diri, Kendalikan Diri Kita Sendiri!

Posted in Inspirasi Rohani with tags , , on March 20, 2019 by triwidodo

Guruji Anand Krishna pernah bercerita yang intinya tentang seorang lelaki kaya yang menghabiskan hidupnya memanjakan diri dengan kesenangan indra, melakukan segala sesuatu secara berlebihan. Cepat atau lambat dia akan jatuh sakit, dan ketika dia sakit dia mengalami sakit parah dia pergi dari dokter ke dokter mencari pertolongan. Tetapi tidak ada dokter yang bisa menyembuhkannya. Pada akhirnya dia kembali kerumah megahnya, dan hanya duduk di sana, tak berdaya, putus asa dan sengsara.

Pada suatu hari seorang Swami lewat dan orang kaya tersebut mohon pertolongan agar sakitnya sembuh. Sang Swami melihat sekeliling rumah dengan perabotan yang sangat mahal dan berkata bahwa kalau ingin sembuh agar melihat kedamaian di dalam hidupnya agar kelilingi dirinya dengan warna hijau. Hijau akan membawa kedamaian dan menghilangkan rasa sakitnya.

Sekitar enam bulan kemudian Sang Swami kembali ke tempat itu lagi, tetapi dia hampir tidak mengenalinya. Semuanya telah dicat hijau… pagar, gerbang, jalan masuk ke rumah, rumah itu sendiri… di mana-mana orang melihat hanya ada hijau. Bahkan batang pohon telah dicat hijau. Ketika dia melihat semua ini dengan takjub, seorang penjaga berpakaian hijau keluar dan mohon Sang Swami berpakaian memakai pakaian hijau yang disediakan dan menemui orang kaya tersebut.

Orang  kaya tersebut berkata, “Lihatlah Swami, Swami mengatakan bahwa aku seharusnya hanya melihat warna hijau, dan jadi aku telah menghabiskan jutaan rupiah mengubah segalanya menjadi hijau. Tapi aku merasa sengsara seperti sebelumnya. Bahkan, aku merasa lebih sedih lebih buruk karena saya sangat khawatir bahwa seseorang akan datang yang tidak berwarna hijau, yang akan membuat saya sangat sedih.”

Swami tersebut berkata, “Kamu benar-benar orang bodoh! Ya, saya memang mengatakan bahwa akan sangat baik bagi Anda untuk hanya melihat warna hijau di mana pun Anda melihat, tetapi saya tidak mengatakan bahwa Anda harus menghabiskan banyak uang dan membuat begitu banyak keributan dalam hidup Anda. Dengan beberapa ribu rupiah, Anda bisa membeli beberapa kacamata hijau. Maka seluruh dunia akan menjadi hijau untuk Anda dan Anda akan menikmati kedamaian sejati dalam hidup Anda.”

Anda tidak bisa mengecat dunia menjadi hijau. Ini tidak mungkin. Anda hanya dapat mengubah visi Anda sendiri. Kenakan kacamata hijau Anda dan seluruh dunia akan terlihat hijau.

Sang Swami mengajarkan kepada kita, bahwa bagaimana kita berpikir kita akan melihat dan juga kita akan menjadi. Pikiran kita yang membentuk visi kita, dan akhirnya nasib kita. Berbuat baik, melihat baik, dan menjadi baik, semua dimulai dengan berpikir baik.

 

Anda Tidak Bisa Mengendalikan Semua Yang Di Luar Diri, Kendalikan Dirimu!

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Namun, seorang yang bebas dari ketertarikan dan keterikatan, suka dan tak-suka; kendati berada di tengah objek-objek duniawi, penggoda indra – tetaplah dapat mengendalikan dirinya. Demikian, dengan pengendalian diri, ia meraih ketenangan, ketenteraman batin.”Bhagavad Gita 2:64

https://bhagavadgita.or.id/

Kita tidak bisa mengubah dunia. Tidak mungkin. Disetiap pak rokok sudah ditulis bahwa rokok itu tidak baik untuk kesehatan. Seorang perokok dia baca, dia tidak peduli, tetap saja dia merokok. Kita tidak bisa melarang rokok, mau melarang pornografi. Dulu masih bisa import film segala. Sekarang internet. Ada beberapa negara yang mengharamkan internet. Nggak bisa sepenuhnya. Karena ada saja hacker yang bisa membuka apa pun yang dilarang. Apa pun yang di band tetap saja bisa.

Jadi hal-hal diluar tidak bisa diubah. Apalagi sekarang dengan zaman internet. Dulu dalam zaman tahun-tahun 70-an, 80-an waktu baru mulai telpon genggam. Teknologinya masih terbatas. Tapi zaman 90-an sudah ada telpon yang langsung menggunakan satelite. Dan, apa pun Anda bisa mendapatkan dari belahan dunia mana pun. Punya uang sedikit bisa apa pun.

Jadi hal-hal di luar kita tidak bisa menghapus semuanya. Oh ini nggak baik, tidak boleh ada. Tidak boleh ada di sini, tetap ada di tempat lain. Tidak boleh di tempat lain, tetap ada di sini. Jadi kuncinya adalah pengendalian diri sendiri kita sendiri. Kita yang tidak boleh tergoda oleh semuanya itu. Bukannya ha-hal di luar yang di-band di-apa. Nggak bisa. Mau di-apa pun tidak bisa.

Coba sekarang hukuman mati diberikan pada pengedar ganja, narkoba dan sebagainya, tetap saja bisnis as usual. Tetap saja ada di luar. Tetap saja orang masih mendapatkan. Yang mengedar masih mengedar, yang membeli masih membeli, yang konsumsi masih mengkonsumsi. Persoalannya di mana? Sudah diberikan hukuman yang paling tinggi. Supaya ada efek jera. Koruptor juga begitu diberikan hukuman yang paling tinggi supaya ada efek jera. Tetap saja ada saja yang melakukan hal-hal seperti itu. Jadi persoalannya bukan di luar. Persoalannya di dalam diri kita.

Harus ada pendidikan dimana orang-orang ini dididik dari kecil, anak-anak kita bagaimana mengendalikan diri. Hal yang kecil, setiap anak, pkirannya masih liar. Dia melihat apa pun tidak pikir bahwa orangtua saya punya uang atau apa. Dia suka dengan sesuatu dia mulai menangis. Dia minta. Kalau langsung dibeikan, Anda telah merusak dia. Jangan langsung dibelikan. Anak minta sesuatu diberikan, jangan. Dia harus earn, dia harus menghasilkan itu dari jerih payahnya. Oke kamu mau beli itu kalau orangtua mampu,” ya akan saya berikan tapi kamu harus begini-begini.”

Kamu harus buktikan dulu baru dibelikan. Dari kecil kita membiasakan dia, untuk bisa menarik diri. Jangan cepat-cepat dibeikan. Diberikan hand-phone diberikan apa. Jangan. Saya selalu mengkritik anak-anak yang belum bekerja dan merokok. Saya tidak setuju dengan merokok. Siapa pun juga. Tapi kalau orang sudah kerja sudah punya uang, dia mau bunuh diri dengan cara merokok, apa boleh buat. Tapi kalau dia masih siswa, belum punya uang belum punya penghasilan sendiri dan dia merokok.

Sumber Video Youtube Bersama Anand Krishna Bhagavad Gita Sehari Hari Ayat 2:61-68 Kendalikan Pikiran Kembangkan Kebijaksanaan

https://www.youtube.com/watch?v=2eyFvmuHHeI

 

Keinginan Tak Bisa Dihilangkan, Kendalikan Diri Anda

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Sebagaimana laut tidak terpengaruh oleh air sungai dan hujan yang memasukinya – ia tetap tenang; pun demikian dengan seorang bijak, ia tidak terganggu oleh keinginan-keinginan yang muncul di dalam dirinya. Maka, ia mencapai kedamaian, ketenangan sejati. Namun, tidaklah demikian dengan seorang yang terpengaruh oleh keinginan-keinginannya.” Bhagavad Gita 2:70

https://bhagavadgita.or.id/

 

Laut ada hujan, air hujan, air sungai masuk semuanya ke dalam laut itu, laut yang paling sering bergejolak disebut Pacific Ocean. Teduh. Laut yang tenang, begitu banyak sungai aliran masuk tapi tetap tenang.

Krishna menjelaskan sesuatu yang betul-betul luar biasa. 5.000 thun yang lalu Krishna mengatakan keinginan tidak bisa dihilangkan, yang bisa dibuat itu adalah kau tidak terpengaruh. Karena keinginan 5.000 tahun yang lalu, Dia ingin mewartakan sesuatu, yang di zaman itu juga pernah ada. Kita yakini ada. Karena sudah ada bom atom. Sudah terjadi perang nuklir diakui oleh Oppenheimer, yang kita sebut sebagai Bapak Bom Atom yang menciptakan bom atom pertama. Dia memuja Bhagavad Gita ketika sedang men-test, menguji atomnya itu.

Di sini kita bisa melihat, Krishna bisa melihat, persoalannya apa. Keinginan tidak bisa dihilangkan karena benda-benda di luar, bertambah terus. Hari ini Anda punya telepon genggam, besok ada lagi gadget lain. Yang bekerjanya mirip, Ipad, Tablet, muncul keinginan wah kalau saya pergi-pergi bawa ini.

Awal mulanya dari mana? Dari laptop kan. Dulu nggak punya laptop adanya PC yang desktop itu, kita juga oke-oke. Begitu ada laptop, kita nggak oke, harus ada laptop. Sudah ada laptop harus ada telepon genggam, setelah telepon genggam ada lagi, Ipad dan apa lagi. Jadi benda-benda di luar bertambah terus.

 

Sumber: Video Youtube Besama Anand Krishna Bhagavad Gita Sehari Hari Percakapan 02 ayat 69972 Berkaryalah dengan Penuh Semangat dan Tanpa Pamrih

https://www.youtube.com/watch?v=atVjhTcfZnk

Benih Gusti Dalam Setiap Diri

Posted in Inspirasi Rohani with tags , on January 12, 2019 by triwidodo

Kisah Ravana Mengambil Wujud Rama untuk Menaklukkan Sita

Seorang Master berkisah tentang Ravana yang berupaya untuk merayu Sita agar menyerah sebagai pendampingnya. Ravana mengancam Sita dengan kematian, membujuk dengan hadiah dan janji-janji tetapi Sita tetap tak bergeming. Ravana mencoba dengan kata-kata lembut dan siksaan kejam, Sita tetap tidak tergoyahkan.

Ravana akhirnya memperoleh ide cemerlang. Di kamarnya, Ravana mengubah dirinya mengambil wujud Rama. Ravana berpikir Sita akan teperdaya.

Tetapi, apa yang terjadi? Begitu Ravana mengambil wujud Rama, semua pikiran jahat lari dari dirinya, hanya kebenaran yang berkuasa. Ravana sadar dengan wujud Rama dia tidak akan dapat  memperdaya Sita, bahkan dia akan menjadi orang baik dan akan mengembalikan Sita kepada Rama.

Jati Diri, Benih Potensi Rama dalam diri Ravana muncul saat Ravana mewujud sebagai Rama. Akan tetapi Nafsu Keinginan dan Amarah segera menutupi Jati Diri Ravana dan Ravana batal mengambil wujud Rama…..

Keinginan dan Amarah Menutup Jati Diri Ravana

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“(Dorongan itu) adalah keinginan dan amarah, bersumber dari sifat rajas, penuh nafsu, penuh gairah. Keduanya tidak pernah puas dan tidak terselesaikan. Pembawa bencana, mereka musuh utama manusia (sebab, menjadi penghalang bagi hidup berkesadaran).” Bhagavad Gita 3:37

Keduanya dari sifat Rajas. Rajas ini yang membuat kita aktif. Energi kita itu dari sifat Rajas. Setiap orang punya sifat Rajas. Berarti setiap orang mempunyai keinginan dan bisa marah.

2 hal ini memang ada dalam diri kita semua. Harus dikendalikan.

 

“Sebagaimana api tertutup oleh asap; cermin oleh debu; dan janin oleh kandungan – pun demikian Kesadaran Diri atau Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri sebagai jiwa, percikan Jiwa Agung, tertutup oleh nafsu keinginan dan amarah.” Bhagavad Gita 3:38

Nafsu keinginan dan amarah ini menutup identitas diri kita yang sebenarnya. Identitas diri kita ada dan tidak pernah hilang. Tapi nafsu keinginan dan amarah, karena tidak dapat sesuatu kita marah. Mengapa menutup identitas diri, karena saat kita punya keinginan saya mengidentitaskan diri kita dengan sesuatu itu. Siang malam yang terpikir sesuatu itu. Mau kawin dengan seseorang seolah-olah tanpa orang itu kita tidak punya kepribadian lagi. Mau mobil mewah, seolah-olah tanpa mobil itu kita tidak punya jati diri. Tidak punya kepribadian. Jadi apa pun yang kita kehendaki, kita mengidentitaskan diri kita dengan barang itu, benda itu, orang itu. Kalau nggak dapat kita marah.

Kita lupa bahwa sejak lahir kita tidak punya benda itu. Sejak lahir kita tidak kenal orang itu, kok tiba-tiba sekarang tanpa dia  hidup akan menjadi hitam putih. Ini yang dikatakan oleh Krishna bahwa api tertutup oleh asap, cermin oleh debu, janian oleh kandungan, begitu juga nafsu keinginan dan amarah menutupi diri kita.

 

“Wahai Kaunteya (Arjuna, Putra Kunti), Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri tertutup oleh nafsu keinginan yang oleh para bijak disebut musuh manusia sejak dahulu kala; berhubung nafsu keinginan bagaikan kobaran api yang berkobar terus, tidak pernah puas.” Bhagavad Gita 3:39

Beberapa orang lapor pada nabi bahwa kita baru saja menyelesaikan perang. Dan perang sesungguhnya adalah perang melawan nafs-nafs. Itulah perang sesungguhnya yang terjadi setiap saat.

Apa yang dikatakan oleh Krishna 5.000 tahun yang lalu. Sekarang psikologi pun akan membenarkan. Bahwa keinginan kita, dorongan dari pada nafsu, apalagi ada pemicunya di luar, kalau dua-duanya ketemu menyebabkan kecelakaan. saya punya nafsu, saya mau minum alkohol, di luar ada alkohol, saya punya uang, segalanya ketemu, menyebabkan kecelakaan. Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri tertutup oleh nafsu keinginan yang oleh para bijak disebut musuh manusia sejak dahulu kala; berhubung nafsu keinginan bagaikan kobaran api yang berkobar terus, tidak pernah puas. Nafsu tidak pernah puas. Nggak pernah selesai.

Sumber: Video Youtube oleh Bapak Anand Krishna, Bhagavad Gita dalam Hidup Sehari-hari 03: 36-43 Musuh Utama Manusia, Nafsu Keinginan dan Amarah

#AnandKrishna #UbudAshram

Benih Rama dalam Diri Ravana dan Setiap Orang

Ketertarikan Indra Ravana terhadap Sita menjadi perkara,

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Wahai Kaunteya (Arjuna, Putra Kunti, dalam perwujudan setiap makhluk, jenis apa pun, alam benda atau Prakrti berperan sebagai Rahim Agung yang mengandung. Dan, Aku adalah Ayah yang memberikan benih.” Bhagavad Gita 14:4

………..

Kembali pada Sang Jiwa Agung sebagai pemberi benih. Sifat utama Sang Jiwa Agung adalah sebagai Saksi, sebagai Hyang sedang menikmati pertunjukan dan tidak terpengaruh oleh adegan mana pun. Inilah potensi Jiwa-Individu, potensi diri kita semua, yang masih mesti dikembangkan, jika kita ingin menikmati pertunjukan dunia.

 

ADANYA PANDAVA DAN KAURAVA Dl ANTARA KITA – sebagaimana telah, dan masih akan dijelaskan secara panjang lebar, adalah karena ketertarikan indra kita dengan sifat-sifat kebendaan tertentu. Benih Jiwa Agung tidak dapat disalahkan untuk itu. Adalah ketertarikan indra dan keterikatannya yang mesti diurusi.

Sumber: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

#AnandKrishna #UbudAshram

Keindahan Rasa Profesional dan Persembahan Panembah

Posted in Inspirasi Rohani with tags , on January 11, 2019 by triwidodo

Menyanyi Untuk Raja dan Menyanyi Untuk Tuhan

Seorang Master berkisah tentang Kaisar Akbar, dari Kekaisaran Mughal (1542-1605) yang sangat bangga dengan musisi istana bernama Tansen. Tansen adalah musisi besar di zamannya. Ketika Tansen menyanyikan Raga “Meghamala”, terasa awan menebal di langit. Ketika dia menyanyikan Raga “Varuna”, pendengar merasakan hujan turun. Ketika dia menyanyikan “Nagasvara”, para ular terasa berkumpul. Kaisar Akbar begitu bangga dengan sang musisi yang luar biasa.

Tetapi pada suatu hari Sang Kaisar mendengar musik Haridasa, seorang penyanyi pengembara, dan dia merasa sangat terpesona dan sangat tersentuh.

Kaisar Akbar bertanya kepada Tansen, mengapa lagu Haridasa sangat menarik baginya, lebih dari semua lagu Tansen yang dinyanyikan di istana?

Tansen menjawab dengan jujur, “Paduka, hamba bernyanyi, memandang Paduka untuk melihat tanda-tanda penghargaan dari Paduka. Harapan hamba akan memperoleh beberapa permata atau beberapa hektar sawah. Sedangkan Haridasa menatap Tuhan, tanpa keserakahan akan kekayaan materi atau ambisi untuk barang duniawi. Itulah perbedaannya!”

Masih ada nuansa ego dalam nyanyian Tansen, ingin dipuji Sang Raja dan memperoleh hadiah. Sedangkan nyanyian Haridasa murni persembahan kepada Tuhan, tidak ada pamrih pribadi.

Kita perlu introspeksi apakah dalam tindakan kita masih ada ego, ingin dipuji atau sudah murni persembahan kepada Tuhan?

Ego Dalam Diri

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Setiap kali ada yang memuji atau memaki, anjing ego di dalam diri kita mendapatkan makanan, dan ia mulai menggonggong. Ya betul, bukan saja setiap kali dipuji, tetapi setiap kali dimaki. Kutipan dari Nietzsche semestinya ditambah satu alenia lagi: “setiap kali jatuh satu tingkat”. Jadi setiap naik maupun turun tingkat, anjing ego selalu menggonggong. Diberi makan ia memperoleh energi dan menggonggong girang, tidak diberi makan, ia menggonggong kelaparan. Dipuji atau dicaci, dimaki, ego menggonggong.

Adalah di bagian bawah otak yang biasa disebut medulla oblongata. Untuk diketahui, medulla adalah bagian otak yang disebut reptilian brain—berbagai jenis hewan, termasuk jenis-jenis tertentu ikan, cicak, dan buaya, memilikinya. Jadi, medulla bukanlah bagian otak yang biasa disebut neo-cortex, atau bagian otak yang memanusiakan hewan.

Berarti, ego bukanlah sifat atau sikap manusiawi. Manusia mewarisinya melalui evolusi panjang selama ratusan juta tahun.

Sumber: (Krishna, Anand. (2012). Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

 

Mempersembahkan Rasa Senang Kepada Tuhan

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Ketertarikan, rasa senang, bahagia, semuanya berasal dari dalam diri Anda sendiri. Sesuatu yang indah telah membuat Anda senang, baik. Sekarang persembahkanlah rasa senang itu kepada Tuhan. Dan energi Anda akan langsung mengalir ke atas.

Bagaimana caranya? Bagaimana mempersembahkan rasa senang itu kepada Tuhan? Salah satu cara adalah dengan menyanyikan pujian, dari tradisi mana pun juga. Adalah sangat baik jika setiap ashram menjadwalkan setengah atau satu jam setiap hari untuk menyanyi bersama, menyanyikan lagu-lagu pujian yang biasa disebut bhajan atau kirtan. Dengan cara itu setiap penggiat ashram bisa menginternalisasikan pengalamannya.

Sumber: (Krishna, Anand. (2012). Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Persembahan Jiwa

Senantiasa Mengenang Karya Gusti Pangeran. Seperti apakah karya Gusti Pangeran? Ia berkarya tanpa berpamer. Ia bekerja dalam keheningan. Ia memberi tanpa gembar-gembor. Sifat-sifat inilah yang mesti ditiru.

Seorang panembah tidak menyembah secara mekanis. Ia menyembah dengan dan dalam penuh kesadaran. Persembahannya juga bukan laku badan saja, jungkir balik, berdiri diatas satu kaki, atau dengan cara lainnya; persembahannya adalah persembahan jiwa.

Ya, seorang panembah mempersembahkan pikirannya, “Kuserahkan kekacauan pikiranku ini. Jernihkanlah pikiranku, supaya aku dapat mengikuti panutan yang Kau berikan.”

Seorang panembah tidak berhenti pada tahap sembahyang seperti bulan, seperti minggu, atau bahkan setiap hari dan setiap jam. Ia mengubah seluruh hidupnya menjadi sebuah persembahan yang tak terputuskan.

Ia melakoni hidupnya dengan semangat persembahan. Ia berkarya dengan semangat persembahan. Ia berkeluarga dengan semangat persembahan. Ia Bangun setiap pagi dengan semangat persembahan dan tidur dengan semangat persembahan pula.

Apa maksudnya? Ketika ia bekerja, ia tak akan bekerja demi kepentingan diri sendiri atau kepentingan keluarganya saja. Ia akan berpikir lebih jauh: “Apakah pekerjaanku ini bermanfaat pula bagi orang lain? Bagi masyarakat sekitarku? Bahkan ia memikirkan negara, bangsa, dan dunia.”

Sumber: (Krishna, Anand. (2010). The Ultimate Learning Pembelajaran Untuk Berkesadaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

 

Persembahan di Altar

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Apa saja yang kau terima, persembahkanlah terlebih dahulu di atas altar.

Hal ini biasa dilakukan di dalam hati, namun ada baiknya juga bila Anda melakukannya secara fisik. Kebiasaan ini akan selalu mengingatkan Anda bahwa sesungguhnya apa pun yang Anda peroleh berasal dari-Nya, dan Anda mempersembahkan kepada-Nya pula.

 

Ada baiknya jika kau memiliki altar di ruang kerja, bahkan di ruang tidurmu.

Dia ada di mana-mana, ada altar atau tidak, tidak menjadi soal. Altar adalah untuk mengingatkan diri Anda akan kehadiran-Nya, sebagaimana di luar sana ada yang memajang foto pasangannya, anaknya, cucunya, atau bahkan poster artis kesayangannya.

Biarlah altar ini Anda urus sendiri. Jika ingin mempersembahkan bunga, dupa, air, atau apa saja, silakan lakukan sendiri. Altar ini bukanlah sebuah formalitas, Anda mesti memiliki hubungan batin dengan altar itu. Biarlah altar itu menjadi jembatan antara Anda dan Ia Hyang Maha Diri.

Sumber: (Krishna, Anand. (2012). Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Kebahagiaan Ada Dalam Diri dan Kita Mencarinya di Luar

Posted in Inspirasi Rohani with tags , on January 9, 2019 by triwidodo

Tempat Paling Aman Terhadap Pencuri Yang Mengikuti

Seorang Master berkisah tentang seorang pedagang kaya yang sedang pergi ke kuil suci. Seorang pencuri mengikuti sang pedagang untuk mencari saat lengah untuk mengambil dompet sang pedagang. Sang pencuri menjadi teman sang pedagang dan mereka tidur bersama di ruang aula kuil tersebut.

Ketika semua orang tertidur lelap termasuk sang pedagang, sang pencuri bangkit dan mencari dompet sang pedagang di mana-mana di sekitar diri sang pedagang.

Keesokan harinya, sang pencuri yang ingin tahu dompet sang pedagang ditaruh di mana, bertanya kepada sang pedagang, “Banyak hal dapat terjadi di tempat ini, saya harap Anda bisa menyimpan dompet Anda baik-baik.”

Pedagang itu menjawab, “Terima kasih, tadi malam saya menyimpan dompet saya di bawah bantal Anda. Silakan lihat, betapa amannya.” Demikian kata sang pedagang sambil mengambil dompet di bawah bantal sang pencuri.”

Dikatakan Tuhan seperti pedagang tersebut, dia menempatkan dompet kebahagiaan sejati dalam diri manusia. Akan tetapi manusia tidak mengetahui dan mencarinya di mana-mana di luar dirinya.

Be Happy

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Bahagia dan derita adalah pilihan bebas kita. Pilihlah bahagia, dan singkirkan penghalangnya, maka hidup Anda akan menjadi sebuah perayaan, dan diri Anda pun akan menjadi berkah bagi dunia. “Sikap santai” terkait dengan kenyamanan tubuh, kenyamanan sesaat, karena tubuh itu sendiri bersifat temporer dan tak dapat bertahan untuk selamanya. Selain itu, apa yang dapat membuat Anda santai untuk sesaat atau dua saat belum tentu membuat saya santai.Pertanyaan saya: Apakah semuanya itu membahagiakan?

Bertanyalah pada seekor kambing. Saya kira, dia tidak tahu bahagia itu apa. Selama masih bisa makan rumput dan hidup dalam kandang, ya bahagialah dia. Padahal, itu baru sebatas kenyamanan. Dia tidak dapat membedakan kebahagiaan dari kenyamanan.Bertanyalah kepada seekor keledai. Selama ada yang masih menyediakan makanan baginya, diapun tenang. Dan, ketenangan itu dianggapnya kebahagiaan. Kita manusia, dan kita memiliki kemampuan untuk membedakan kenyamanan sesaat dari kebahagiaan sejati.

 

Polling yang diadakan di Inggris pada tahun 1957 menyatakan bahwa 52% di antara para responden merasa sudah cukup bahagia. Sementara itu, pada tahun 2007, hanya 36% yang merasa bahagia. Padahal, dalam 50 tahun terakhir penghasilan orang-orang Inggris telah meningkat hingga 3 kali lipat. Mengutamakan kebahagiaan tidak berarti bahwa uang tidak penting. Uang tetap penting, tetapi uang bukanlah segalanya. Bila uang dapat membahagiakan, semestinya orang kaya tidak pernah menderita, walaupun sakit. Ternyata tidak demikian. Orang sakit, tak peduli kaya atau miskin, tetap saja menderita. Uang hanya dapat membeli obat-obatan. Uang hanya memastikan si kaya memperoleh bantuan medis yang terbaik, namun tidak menjamin pemulihan kesehatan.

 

Faktor-faktor membahagiakan menurut polling BBC:

1         Relasi.

2         Kesehatan.

3         Ketenangan batin dan kepuasan.

 

Kepuasan dan ketenangan batin atau contentment dan inner peace adalah rasa puas dan tenang yang muncul dari kesadaran. Kita sadar bahwa keinginan tidak mengenal batas. Setiap keinginan yang terpenuhi menimbulkan kekecewaan. Karena itu, dengan penuh kesadaran kita membatasi keinginan kit. Saat itulah kita menjadi puas. Kala itulah kita menjadi tenang. Aman Sentosa.

 

Kunci kebahagiaan adalah kesadaran. Dengan kunci kesadaran itulah kita membuka pintu batin dan menemukan inner peace dan contentment yang dimaksud. Harga diri – inilah pemicu yang dibutuhkan. Selama ini kita tidak bahagia, kita mencari kebahagiaan di luar, karena kita tidak pernah menghargai diri sendiri. Justru keadaan dan benda-benda di luarlah yang kita hargai.  Bekerja keras dan puaslah dengan apa yang kita peroleh. Janganlah kecewa bila apa yang kita peroleh tidak sesuai dengan harapan.

 

Harapan adalah sebuah nilusi. Harapan adalah khayalan. Apa yang kita peroleh adalah kenyataan. Janganlah menukar kenyataan dengan khayalan.  Nabi Isa pernah meningatkan kita. Carilah Dia, maka segala sesuatu yang lain akan ditambahkan kepadamu. Maksudnya carilah Dia, dan tidak perlu pusing dengan segala yang lain karena yang lain itu dengan sendirinya akan terpenuhi.

Kita membalikkannya. Karena kita menginginkan segala sesutu tambahan itu, kita memanfaatkan Dia agar memenuhi keinginan kita akan segala tambahan itu. Kita sesungguhnya menginginkan semua tambahan itu, kita pun mencari Dia supaya memperoleh segala sesuatu. Shift awareness inilah yang membahagiakan. Seorang pecandu, pemabuk, perokok dan orang gila merasa bahagia ketika ia mengalami shift of awareness, ketika ia melampaui kesdaran jaga dan memasuki kesadaran yang lain. Saat terjadinya shift awareness itulah yang membahagiakan.

 

Marilah kita mencari kebahagiaan sejati yang langgeng nan abadi lewat shift awareness yang terjadi bukan sesaat saja, tetapi untuk selamanya. Berarti shifting awareness yang kita rasakan mesti berlanjut untuk waktu yang lama.  Jalan menuju kebahagiaan sesungguhnya lurus dan tanpa liku. Kekacauan pikiran kitalah yang menciptakan halangan, rintangan dan liku. Kekacauan tidak perlu dilawan, hanya perlu dipahami sebagai kekacauan, kemudian dilampaui. Saat menghadapi kebuntuan ambillah jalur alternatif.

 

Kesimpulan pertama: ketertutupan adalah penghalang utama. Dengan membuka wawasan, memperluas pandangan, terbukalah apa yang selama ini tertutup.

 

Kesimpulan kedua: ketertutupan mematikan kreativitas. Hilangnya kreativitas itulah penghalang kedua.

 

Kesimpulan ketiga: ada jenis persahabatan dan/atau lingkungan yang tidak menunjang.

Sumber: (Krishna, Anand. (2008). Be Happy! Jadilah bahagia dan berkah bagi dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Sudahkah Kita Hidup Sesuai Potensi dan Kodrat Alami Diri?

Posted in Inspirasi Rohani with tags , , on January 8, 2019 by triwidodo

Kisah Raja Mendalami Dharma

Seorang Master berkisah tentang aktor yang sempurna yang sedang pergi menghadap raja dengan peran seorang Sanyasi. Raja menghormati dia sebagai bhikku besar dan berbagai pertanyaan raja tentang sadhana dan filsafat dijawab dengan memakai istilah-istilah yang tepat.

Raja sangat senang dan memerintahkan Menteri untuk membawa koin emas sebagai persembahan kepada Orang Suci. Sang Sanyasi menolak pemberian itu dan mengatakan bahwa semua kemelekatan dan keinginannya telah tiada.

Beberapa hari kemudian, aktor yang sama datang ke istana Sang Raja sebagai penari perempuan yang sangat luar biasa. Raja menghargainya dan minta Menteri memberikan sepiring koin emas.

Sang penari menerimanya, dan minta tambahan hadiah karena penampilan tari yang dipamerkannya.

Sang Raja curiga dengan suara Sang Penari yang mirip dengan suara Sanyasi beberapa hari sebelumnya. Akhirnya Sang Raja yakin bahwa Sang Penari adalah Sang Sanyasi yang datang beberapa hari sebelumnya.

Sang Raja bertanya mengapa dia minta hadiah lebih banyak sebagai penari akan tetapi menolak pemberian saat sebagai Sanyasi.

Sang aktor menjawab, “Beberapa hari yang lalu saya adalah seorang Sanyasi dan adalah dharma saya untuk menolak hadiah. Sedangkan hari ini saya sebagai penari dan adalah dharma saya memperoleh imbalan sebanyak mungkin dari penonton tarian saya.”

Sang Raja termenung memperoleh pencerahan, dia harus menjalani dharmanya sebagai seorang raja, dan minta penjelasan tentang dharma pada umumnya dan dharma seorang raja khususnya….

Sifat Bawaan Seseorang Diperoleh dari Kehidupannya di Masa Lalu

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Sebagai hasil (dari karma atau perbuatan baik, buruk, dan di antaranya) muncullah vasana, keinginan-keinginan atau obsesi-obsesi masa lalu, yang belum terpenuhi, mewujud sebagai kebiasaan-kebiasaan dan kecenderungan-kecenderungan.” Yoga Sutra Patanjali IV.8

Perhatikan “sifat bawaan” seseorang, perhatikan sifat bawaan diri sendiri, maka kita bisa tahu seperti apakah kita pada masa lalu.

Seorang pemalas mewarisi kecenderungan dari masa lalu. Seorang yang agresif secara berlebihan pun demikian. Dan yang di antaranya, seseorang yang tidak malas juga tidak agresif, pada masa lalunya pun seperti itu.

Sumber: (Krishna, Anand. (2015). Yoga Sutra Patanjali Bagi Orang Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Setiap Orang Terdorong untuk Berkarya sesuai Kodrat Alaminya

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Tak seorang pun bisa hidup tanpa berbuat sesuatu. Setiap orang senantiasa terdorong  untuk berbuat berdasarkan sifat dan kodrat alaminya.” Bhagavad Gita 3:5

Badan manusia adalah bagian dari alam semesta, terbuat dari elemen-elemen alami. Lewat badan kita dan badan makhluk-makhluk  lainnya, alam benda hendak mengungkapkan keberadaannya. Maka, tiada kemungkinan bahwa badan yang  terbuat dari materi kebendaan ini bisa duduk diam, tanpa berbuat sesuatu. Kita semua, seolah tidak berdaya untuk senantiasa bekerja, bertindak, berbuat.

Sumber: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

#AnandKrishna #UbudAshram

Berkarya Sesuai Potensi dan Kodrat Alaminya

Guruji Anand Krishna menyampaikan penjelasan ayat 3:5

“Tak seorang pun bisa hidup tanpa berbuat sesuatu. Setiap orang senantiasaterdorong  untuk berbuat berdasarkan sifat dan kodrat alaminya.” Bhagavad Gita 3:5

…………..

Kita akan selalu berbuat sesuai dengan potensi dan kodrat kita. Misalnya sorang yang berpotensi dan kodratnya pedagang masuk politik, apa yang dia lakukan? Politik pun akan didagangkan. Itu yang terjadi karena sesungguhnya ia seorang pedagang.

Seorang pedagang menjadi dokter, potensinya sebagai pedagang, cari uang melulu, pasien tidak dipikirkan. Banyak dokter di kota-kota besar tidak peduli pasien, hanya cari uang.

Hukum juga begitu, banyak orang yang jiwanya jiwa dagang, kebanyakan di antara kita, kebanyakan manusia banyak yang berjiwa dagang.

Krishna mengatakan kepada Arjuna, “Kamu seorang ksatria, kodratmu adalah melawan musuh, membela negara. Kalau kamu melarikan diri menjadi pendeta atau pertapa, itu bukan kodratmu, di sana pun kau akan memikirkan medan perang. Jadi pikirkanlah Arjuna kodratmu apa? Berkaryalah sesuai dengan kodratmu.”

Sumber: Bhagavad Gita dalam Hidup Sehari-hari percakapan 3 ayat 01-10 Temukan Potensi Diri dan Berkaryalah Sesuai Kodratmu oleh Bapak Anand Krishna

#AnandKrishna #UbudAshram

Swadharma

Bagi seorang prajurit, membunuh musuh di medan perang adalah dharma. Bagi seorang rohaniwan, dharma adalah memaafkan seorang penjahat, sekalipun ia telah berlaku keji dan membunuh. Bagi seorang pengusaha, dharma adalah membantu memutarkan roda ekonomi, bukan hanya mencari uang untuk diri sendiri. Dan, bagi seorang pekerja, dharma adalah melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Setiap orang dituntut untuk menjalankan dharmanya sendiri, atau swadharma melaksanakan tugas kewajibannya seusai dengan kemampuannya.

Sumber: (Krishna, Anand. (2007). Life Workbook Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Obsesi dan Impresi Penyebab Kita Lahir Kembali

Posted in Inspirasi Rohani with tags , , on January 7, 2019 by triwidodo

Pemahaman Esoteris Pernikahan Rukmini Krishna

Rukmini adalah seorang putri raja, ketenaran, kekayaan, kedudukan, kebangsawanan melekat pada dirinya. Kecantikan dan kemuliaan hatinya tiada bandingnya. Walaupun demikian Rukmini tidak bahagia, semua berkah duniawi tidak membahagiakannya. Dia hanya mencintai Krishna dan mohon bantuan seorang brahmana untuk membantunya menyatu dengan Krishna. Krishna berkenan menjemput Rukmini.

Bhishmaka, raja Vidarbha memiliki  5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, anak sulung adalah Rukmi sedangkan putrinya bernama Rukmini. Bhishmaka telah mendengar banyak cerita tentang Krishna dan berharap dia menjadi menantunya. Namun Bhishmaka tahu bahwa hal itu mungkin tidak mungkin karena ayah mertua Kamsa adalah Maharaja Jarasandha, yang bersumpah untuk membunuh Krishna. Kerajaan Vidharba sendiri berada di bawah kekuasaan Jarasandha.

Rukmi, putra mahkota Kerajaan Vidharba dan Shisupala, putra mahkota Kerajaan Chedi adalah murid dari Jarasandha. Rukmi ingin Rukmini kawin dengan Shisupala. Ketika Rukmini mendengar bahwa Rukmi telah memilih Shisupala sebagai calon suaminya, Rukmini sedih dan bersumpah ingin menikah dengan Krishna atau mati.

Rukmini meminta bantuan Brahmana tua yang bijak Sunanda untuk menghadap Krishna. Rukmini menulis sebuah catatan kepada Krishna bahwa dia ingin Krishna menjadi suami untuknya dan bertanya apakah Krishna akan datang dan membawanya pergi dari Vidharba. Rukmini menyampaikan bila Krishna tidak menyetujui, maka dia akan bunuh diri daripada kawin dengan Shisupala. Rukmini menceritakan bahwa hari pernikahan dengan Shisupala sudah dekat. Bila Krishna berkenan dia pada hari pernikahan akan akan pergi ke Kuil Parvati dan pada saat itu Krishna bisa membawanya ke Dvarka. Brahmana Sunanda menyampaikan pesan Rukmini tersebut kepada Krishna.

Krishna sudah lama mendengar tentang Rukmini dan ingin menikahinya. Setelah menerima pesan tersebut, Krishna bersedia untuk membawa Rukmini dan menikahinya. Krishna pergi ke Vidarbha terlebih dahulu dan Balarama mengikuti dari jauh dengan pasukannya. Pada hari pernikahan, Rukmini ke kuil dan memperhatikan apakah ada Krishna yang menjemputnya. Rukmini tidak melihatnya. Akan tetapi saat Rukmini akan memasuki kereta, dia merasa ada yang menahannya dari belakang dan itu adalah Krishna. Krishna mengangkatnya ke kereta dan melesat pergi.

Silakan baca: https://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2017/08/29/rukmini-berharap-hanya-pada-gusti-pangeran-tak-mau-lainnya-srimadbhagavatam/

Seorang Master memberikan makna bahwa pernikahan Rukmini bukan sekedar pernikahan. Rukmini adalah simbol Jivatma (Jiwa Individu) dan Krishna adalah Paramatma (Sang Jiwa Agung). Brahmana yang menjadi perantara adalah simbol berkarya tanpa pamrih tanpa keterikatan dan menjadikan semua tindakan sebagai persembahan yang memandu Individu menuju Tuhan.

Kakak Rukmini dan ayahandanya adalah simbol keduniawian. Ayahanda Rukmini tahu negaranya berada di bawah kewenangan musuh Krishna, sedangkan Rukmi menjodohkan Rukmini dengan Shisupala.

Rukmini sebagai wujud prakrti (materi, alam benda, keduniawian) menderita karena pagar pembatas yang dibuat keduniawian. Akan tetapi sadachara, perilaku baik, sadhana dan melayani alam tanpa keterikatan hanya sebagai persembahan kepada Tuhan, membuat Rukmini sadar bahwa dirinya adalah Jivatma, yang hanya rindu pada Tuhan, Paramatma. Krishna, Paramatma dengan anugrah, berkah-Nya membawa Rukmini ke istana-Nya.

Mari merenung sejenak, apabila kita sudah hidup nyaman dan berkelimpahan di dunia, apakah kita rela meninggalkan semua demi Tuhan semata?

Rukmini sudah tidak memiliki passion terhadap duniawi (Vasana), dan impression terhadap duniawi (Samskaras)

Kita Semua Lahir Karena Punya 2 Penyakit: Vasana dan Samskaras

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Para Ilmuwan Modern menyatakan bahwa individual ego adalah halusinasi. Adalah halusinasi bahwa kita adalah individual.  Fisika membuktikan sekarang bahwa ragu atau tidak ragu, mereka bicara tentang entanglement theory, superstring. Kita semua terhubung walau kita menyadari atau tidak.

Individual ego adalah ilusi. Para yogi sudah membicarakan itu ribuan tahun yang lalu. Ego kalian, “I” adalah ilusi. Tubuh adalah ilusi.

Kita harus googling atau youtube beberapa tahun yang lalu. The Powers of Ten. Apabila kalian melihat ke dalam sampai tingkat molekul, kalian akan menemukan nothingness, kekosongan. Dan kalian pergi ke luar, kalian melampaui galaksi, kalian akan menemukan kekosongan lagi. Semuanya hanyalah sementara. Jauh di dalam silence, tenang, jauh di luarsilence, tenang.

Buddha 2500 tahun yang lalu mengutip Veda, semuanya adalah keseluruhan atau nol. Bagaimana mendefinisikan nol (zero). Nol datan dari para Yogi. Nol adalah sempurna atau kosong. Dua-duanya benar. Karena hanya kekosongan yang dapat disebut sempurna.

Science menyadari hal itu. Semuanya adalah kekosongan. Dan dari mana datangnya passion. Dari pandangan Yogi, kita semua ada, mempunyai tubuh ini, kita semua menderita sakit sehingga kita berada di rumah sakit. Alam ini adalah rumah sakit.

Sakit kita hanya ada 2:

  1. Passion/obsession, vasana
  2. Impression, samskaras

Saat kalian melihat sesuatu otak kalian mencatatnya. Impresi dan obsesi membuat kita lahir kembali. Kita passion terhadap dunia. Kemudian seseorang mengatakan bahwa kalian grounded, tidak ada yang terbang.

Biarkan saya memberi tahu mengapa kita lahir adalah untuk melampaui passion. Tidak diperbudak oleh passion. Saat kita berjalan di atas dua kaki. Kita sesungguhnya telah defy, menentang gravitasi. Kita seharusnya merangkak. Kita tidak merangkak seperti hewan.

Elemen air selalu ke bawah. Elemen api bergerak ke atas. Sesungguhnya kita telah menentang hukum gravitasi. Dan kita semua berada di sini untuk keluar dari passion. Tidak passion terhadap segala sesuatu. Hanya ketika kalian bisa pergi meninggalkan passion kalian akan dapat benar-benar mencinta. Sebelum itu kalian tidak dapat mencintai. Kalian infatuated, kalian melihat seseorang cantik atau tampan, dapat bicara dengan benar, sophisticated, kalian jatuh cinta.

Kalian dapat bangkit dalam cinta bila kalian bisa meninggalkan passion. Hanya etelah itu kalian tahu arti cinta.

Sumber: Rising in Love Going Beyond Ego and Passion Video Youtube by Anand Krishna

#AnandKrishna #UbudAshram

Bagi Para Panembah Tuhan Sangat Dekat

Posted in Uncategorized on January 6, 2019 by triwidodo

Tuhan Berada Sedekat Teriakan Doa Bhakta-Nya

Seorang Master bercerita tentang cendikiawan yang berkisah tentang Gajendra Moksha kepada seorang Maharaja. Gajah Gajendra sedang beristirahat dengan kawan-kawannya setelah berjalan jauh dengan main air di tepi sebuah danau. Tiba-tiba seekor buaya besar menarik kakinya dengan sangat kuat. Kawan-kawannya berupaya membantu tetapi gigitan sang buaya sangat kuat. Akhirnya sang gajah bertarung seorang diri melawan buaya yang tidak mau melepaskan gigitan pada kakinya.

Pergumulan berlangsung sengit bahkan dikisahkan sampai beberapa tahun. Pelan-pelan tetapi pasti kekuatan gajah di air mulai surut. Sang gajah akhirnya menyadari bahwa pada suatu saat dia akan kalah dan hidupnya akan tamat, persoalannya hanya masalah waktu saja.

Sambil berjuang dengan gigih melawan gigitan sang buaya, dalam diri sang gajah timbul sebuah kesadaran, bahwa hidup dia di dunia hanya melakukan sebuah peran. Semua skenario adalah milik Gusti Pangeran. Tetap berjuang tetapi sadar untuk mengikuti kehendak-Nya. Selamat atau tidak dia pasrah kepada Gusti Pangeran, Sang Sutradara Dunia.

Sambil tetap berjuang keras mempertahankan hidupnya, sang gajah pasrah dan berdoa kepada Gusti Pangeran, dan akan menerima apa pun yang dikehendaki-Nya. Kalau memang dia harus mati, itupun tidak lepas dari pengawasan-Nya. Kalau dia akan selamat, tidak ada satu makhluk pun yang dapat mencederainya. “Aku pasrah Gusti Narayana!”

Tiba-tiba datanglah Gusti Narayana naik Garuda dan masuk ke dalam danau membunuh buaya dengan senjata cakra serta menarik sang gajah keluar dari danau.

Silakan baca: https://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2017/05/06/gajendra-perjuangan-berat-melawan-buaya-menuju-moksa-srimadbhagavatam/

 

Sang Maharaja sangat tertarik kisah sang cendekiawan dan langsung memotong: “Katakan seberapa jauh Vaikuntha, tempat Tuhan bertahta?”

Sang Cendekiawan gelagapan, tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Akan tetapi seorang pembantu raja yang mengipasi sang raja menyeletuk, “Paduka, Istana Gusti itu sejauh teriakan doa Sang Gajah! Seketika Sang Gajah berdoa, Narayana langsung datang menolong bhakta-Nya.”

 

Narayana Yang Mewujud Sebagai Krishna Menolong Draupadi yang Berdoa kepada-Nya

Yudhistira yang gemar bermain dadu terpedaya oleh permainan Shakuni dan kalah bertaruh. Seluruh Pandawa telah dipertaruhkan dalam permainan dadu dan kalah sehingga mereka telah menjadi budak Korawa. Akhirnya Draupadi pun dijadikan taruhan dan kembali Yudhistira kembali kalah. Sebagai budak Korawa, Pandawa diminta melepaskan baju dan hanya memakai pakaian dalam, dan selanjutnya Dursasana juga berupaya menarik kain sari Draupadi.

Draupadi dengan lantang berkata, “Jika kalian menghormati ibu kalian, saudara-saudara perempuan kalian dan putri-putri kalian, maka jangan perlakukan aku seperti ini!” Tetapi para Korawa tidak mempedulikannya. Mereka mengatakan bahwa pakaian yang dikenakan Pandawa dan Draupadi pun sudah menjadi milik Korawa. Dursasana pun segera menarik kain sari Draupadi. Draupadi merasa sudah tak ada gunanya minta tolong kepada para suaminya yang telah menjadi budak. Dia minta tolong pada Resi Bhisma yang juga hanya diam seribu basa.

Silakan baca: https://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2013/08/26/draupadi-cantik-jelita-pemersatu-dan-pemantik-semangat-hidup-pandawa/

 

Akhirnya dia memohon pada Sri Krishna yang tidak hadir di pertemuan itu. Dan, keajaiban pun terjadi kain sari Draupadi yang ditarik oleh Dursasana selalu digantikan dengan yang baru sehingga Dursasana kewalahan. Tuhan yang Mewujud pun mendengar doa Bhakta-Nya dari Tempat Dia berada.

Kita mengatakan Guru Pemandu adalah Tuhan yang mewujud untuk memandu kita. Apakah keyakinan kita, trust kita seperti Gajah Gajendra atau Draupadi?

 

Tuhan Lebih Dekat Daripada Urat Leher Bhakta-Nya

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Menganggap Tuhan maha jauh berada di lapisan langit keberapa – itu  pengingkaran. Tidak percaya bila Allah lebih dekat dari urat leher – itu  pengingkaran. Tidak percaya bahwa seorang yang telah berserah diri pada-Nya tidak pernah terganggu oleh setan-setan pikiran dan perasaan – itu pengingkaran. Tidak menyadari bila setan tidak berada diluar tapi membisiki kita dari dalam diri kita sendiri – itulah pengingkaran. Tidak meyakini kebijakan-Nya dan tidak menerima keputusan-Nya, malah berkeluh kesah melulu – itulah  pengingkaran.

Yakinkah kita bahwa pertemuan itu bisa dan memang semestinya terjadi sekarang dan saat ini juga? Jika tidak terjadi sekarang, saat ini, dan di sini, maka kita belum cukup yakin pada-Nya. Kita belum yakin pada kemaha-hadiran-Nya. Jika pertemuan dengan Dia hanya terjadi di tempat-tempat tertentu, maka itu pun merupakan pengingkaran terhadap pertemuan dengan Tuhan. Kenapa mesti terjadi di sana saja, dan tidak disini?

Pertemuan dengan Allah terjadi ketika kita mengamalkan firman-Nya. Pertemuan terjadi ketika kita menghapus airmata mereka yang kurang beruntung. Pertemuan terjadi ketika kita melayani mereka yang dikucilkan. Pertemuan terjadi ketika kita berdiri bersama mereka yang dizalimi. Pertemuan terjadi ketika kita membela mereka yang ditindas. Adakah kita meyakini pertemuan seperti itu? Adakah kita meyakini pertemuan dengan Sang Khaliq lewat khalq, lewat keramaian penciptaan-Nya di sekitar kita?

Kitab Suci bukanlah kitab hukum untuk menghakimi, tapi seruan untuk menjadi sadar sehingga terbebaskan dari hukuman semesta yang lagi-lagi bukanlah karena kemauan Tuhan, tapi karena ulah kita sendiri.

Sumber: Kutipan Materi Interfaith Studies oleh Bapak Anand Krishna

Sebagai Jivatma Kita Tidak Terpisah dengan Paramatma, Tuhan

Guruji Anand Krishna menyampaikan dalam Bhagavad Gita, Penjelasan Bhagavad Gita 15:7:

Jivatma, ibarat “Sinar Matahari”, adalah bagian yang tak terpisahkan dari “Cahaya Matahari” Purusa atau Gugusan Jiwa; yang ada karena adanya “Matahari” Paramatma – Jiwa Agung. Hyang adalah Sumber segala-galanya.

 

Guruji Anand Krishna menyampaikan bahwa kita telah lupa jati diri kita sebagai Sinar Matahari yang tidak terpisah dengan Matahari seperti Penjelasan Bhagavad Gita 8:14:

Saat ini, kesadaran kita masih agak pincang. Seolah percikan sinar matahari Ilahi terpisah dari matahari, sehingga mesti “berupaya” untuk menyatu kembali. Ini bukanlah kesadaran tertinggi, belum! Tapi, merupakan anak tangga atau sarana yang paling efektif. Ya, upaya atau kerja-keras adalah sarana, keharusan, untuk menyadarkan kembali Jiwa tentang hakikat-dirinya.

Jiwa yang sudah lama bercengkrama dengan badan, pikiran, perasaan, intelek, dan lain-lain — sudah telanjur mengidentifikasikan dirinya dengan semua itu. Identitas palsu ini seperti daki tebal yang melekat pada kulit Jiwa. Mesti dibersihkan secara perlahan-lahan. Jangan dipaksa, Kulit bisa lecet, memar, atau berdarah. Bermandilah di bawah pancuran Kesadaran Jiwa hakiki, daki tebal ini akan terkupas dengan sendirinya.

Inilah kerja-keras seorang Yogi, yang dimaksud — pekerjaan purna waktu. Ia tidak “melarikan” diri ke kamar mandi dan tinggal di kamar mandi “pertapaan” di tengah hutan untuk membersihkan dirinya. Ia berada di tengah keramaian dunia. Sambil rnenjalani hidup, ia sedang memandikan dirinya dengan siraman Kesadaran Jiwa.

Sumber: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

#AnandKrishna #UbudAshram

Mencapai Kesadaran Jiwa

Gajah Gajendra dan Draupadi pada saat kritis telah mencapai Kesadaran Jiwa. Mereka selalu melakukan sadhana dan melayani alam semesta tanpa keterikatan, semuanya merupakan persembahan kepada Gusti Pangeran.

Mungkin sesekali kita kita mengalami Kesadaran Jiwa sesaat. Bagaimana mempertahankan Kesadaran Jiwa silakan lihat:

Video Youtube: Bhagavad Gita 03.31-35 Kerja Keras, Kerja Cerdas Sesuai Potensi Diri oleh Bapak Anand Krishna

Penyebab Munculnya Suka dan Duka

Posted in Inspirasi Rohani with tags , , on January 3, 2019 by triwidodo

Munculnya Keterikatan

Seorang Master berkisah tentang seorang gadis yang tinggal di suatu rumah di daerah elit di kota besar yang tidak begitu kenal dengan tetangga. Rumah-rumah di sana diberi pagar yang tinggi. Selisih beberapa rumah tinggal seorang perjaka akan tetapi mereka tidak saling kenal. Pada suatu hari sang gadis sakit parah, satu rumah sibuk dan sang perjaka juga melihat dokter datang akan tetapi dia tidak merasa terganggu, biasa saja.

Akan tetapi dalam perjalanan waktu, sebagai akibat dari takdir, sang perjaka menikah dengan sang gadis. Pernikahan berlangsung di siang hari dan pada malam hari sang gadis sakit perut. Sang perjaka sekarang sangat cemas dan sibuk memanggil saudaranya yang menjadi dokter.

Aneh, dulu sang gadis sakit parah dan dia tidak ambil pusing, akan tetapi setelah menjadi suami istri, hanya karena sakit perut sang perjaka menjadi cemas dan gelisah.

Keterikatan menjadi penyebab munculnya suka dan duka……..

Mengapa Kita Berkeluarga?

Ada insting, naluri dalam diri untuk berkembang-biak? Apakah karena Jiwa kita ingin mengalaminya demi perkembangan diri? Mengapa Swami Vivekananda atau para pelaku brahmachari tidak berkeluarga? Apakah mereka sudah pernah mengalami dan mereka tidak ingin mengulangi lagi? Kalau demikian tujuan hidup itu apa?

 

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Dunia ini ibarat pusat rehabilitasi, dimana setiap jiwa sedang mengalami program pembersihan, pelurusan, atau apa saja sebutannya. Keberadaan kita di dunia ini semata untuk menjalani program yang paling cocok bagi pembersihan dan pengembangan jiwa. Kecocokan program pun sudah dipastikan oleh Keberadaan dengan melahirkan kita dalam keluarga tertentu, di negara tertentu, ditambah dengan berbagai kemudahan lainnya, termasuk lingkungan kita, para sahabat, anggota keluarga dan kerabat kita, maupun lawan atau musuh kita. Berbagai rintangan, tantangan, kesulitan, dan persoalan yang kita hadapi dimaksudkan demi pembersihan jiwa dan pengembangan jiwa kita sendiri.

Sumber: (Krishna, Anand. (2006). Five Steps To Awareness, 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan, karya terakhir Mahaguru Shankara “Saadhanaa Panchakam”, Saduran & Ulasan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

 

Guruji Anand Krishna menyampaikan dalam buku Soul Awareness:

Kehidupan Anda membuktikan bahwa masih ada sesuatu yang harus Anda pelajari. Masih ada keinginan-keinginan yang harus dipenuhi. Masih ada obsesi-obsesi yang harus dilampaui. Jujurlah dengan diri Anda sendiri. Jangan membohongi diri. Anda berada di sini untuk mengurus diri sendiri. Perkawinan Anda, putra-putri Anda, hubungan kerja Anda, segala sesuatu yang sedang Anda lakukan, sedang Anda alami, semua demi perkembangan diri sendiri. Jangan lupa hal itu.

 

Yang Penting adalah Kebebasan Anda. Jangan terikat pada siapa atau apa pun. Begitu sadar bahwa dalam hidup ini kita harus belajar sesuatu, kita akan mempelajarinya dengan baik, namun kita tidak akan terikat pada sesuatu apa pun. Kita tidak akan terikat pada bangku yang kita duduki, kita tidak terikat pada bangunan sekolah. Kita tidak terikat pada guru yang mengajar kita. Kita pergi ke sekolah untuk belajar. Selesai belajar, kita pulang. Demikian pula dengan kehidupan ini: Selesai belajar kita pulang.

Tetapi apa yang terjadi selama ini? Kita melupakan pelajaran, kita malah terikat pada sarana-sarana penunjang yang disediakan oleh alam. Kita terikat pada rumah kita, pekerjaan kita, istri kita, suami kita, keluarga kita, kepercayaan kita, ideologi-ideologi kita. Semua itu hanya sarana penunjang, sarana-sarana pendidikan. Gunakan, tetapi jangan terikat pada mereka.

 

Keterikatan Kita Membuat Kita Gagal mempelajari mata pelajaran yang harus kita pelajari. Itu menyebabkan kelahiran kita kembali. Kita lahir dan mati, dan lahir, dan mati berulang kali, kadang kala hanya untuk mempelajari satu mata pelajaran. Kita sedang lari di tempat.

Hampir setiap kali kita mengalami kelahiran dalam lingkungan yang sama dan itu-itu juga. Kita lahir dalam keluarga yang sama. Yang dulu jadi istri, sekarang jadi ibu. Yang dulu jadi anak, sekarang jadi istri. Yang dulu jadi sahabat, sekarang jadi ayah. Yang sekarang jadi suami, dulunya kakak. Kita tidak pernah bebas dari lingkungan yang sempit ini. Bahkan, mereka yang memusuhi kita pun, umumnya, orang-orang yang sama pula. Dari dulu demikian, sekarang pun masih seperti itu. Peran kita berubah-ubah, tetapi tema sentralnya masih sama. Sesungguhnya, kita mengulang cerita yang sama, dengan sedikit variasi di sana-sini.

Manfaatkan kelahiran ini untuk menyadarkan diri bahwa ada mata pelajaran yang harus Anda pelajari. Jangan buang waktu untuk mengagung-agungkan sarana-sarana yang Anda miliki, termasuk kepercayaan-kepercayaan Anda, ideologi-ideologi yang Anda percayai.

Semua itu hanyalah sarana pendidikan. Gunakan semua itu tapi jangan lupa bahwa yang harus bekerja adalah Anda sendiri. Perjalanan ini harus dimulai dan langkah pertama harus diambil. Jangan lari di tempat. Lébih baik berjalan—walaupun perlahan—daripada lari di tempat.

Sumber: (Krishna, Anand. (2016). Soul Awareness, Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Ketidaktahuan bahwa Jati Diri Kita Adalah Sebagai Jiwa

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

“Avidya atau Kebodohan, Ketidaktahuan; Asmita atau Ke-‘aku ‘-an; Raga atau Ketertarikan, Ke-‘suka’-an; Dvesa atau Ketaktertarikan, Ke-‘taksuka’-an, Kebencian; dan Abhinivesa atau Keinginan untuk Mempertahankan suatu Keadaan, termasuk kehidupan itu sendiri—semua ini adalah penyebab Klesa atau penderitaan.” Yoga Sutra Patanjali II.3

Duka-Derita disebabkan oleh beberapa hal yang disebut dalam sutra ini. Tidak terlalu banyak alasan. Beragam alasan yang terasa tak berujung, tak berpangkal, dan tak terhitung, sesungguhnya merupakan cabang-cabang, ranting-ranting dari beberapa alasan utama ini.

ALASAN PERTAMA AVIDYA, Kebodohan atau Ketidaktahuan. Yang dimaksud adalah ketidaktahuan tentang jati diri kita sebagai Jiwa dan tentang sifat kebendaan yang berubah-ubah terus.

Inilah Dwi-Tunggal sebab utama Avidya atau Ketidaktahuan kita. Dari pasangan inilah Iahir beragam kebodohan lainnya, segala kebodohan lainnya, termasuk yang disebut berikut.

ALASAN KEDUA: ASMITA atau Ke-“aku”-an. Ke-“aku”-an yang dimaksud adalah ke-“aku”-an pseudo atau palsu

……………..

AKU—GELAR, AKU—TABUNGAN, segala macam aku menggelembung menjadi besar karena keadaan-keadaan tertentu—keadaan-keadaan yang “terasa” menguntungkan,baik—, sudah pasti ciut kembali! Keadaan terus berubah. Sekarang naik, sesaat lagi bisa turun. Sekarang pasang, sebentar lagi surut.

Orang Jawa bilang “Ojo dumeh!”—Jangan Sombong. Jangan berbesar kepala karena keberhasilan materi.

ALASAN KETIGA DAN KEEMPAT: RAGA DAN DVESA atau Suka/Tak-Suka, Tertarik/Tak-Tertarik. Jika tidak dapat apa yang kita sukai—susah. Dapat apa yang kita tidak sukai—susah. Tertarik sama Jeng Joti, dapatnya Holi—susah. Celakanya, kemauan kita tidak selalu terenuhi. Boleh suka/tak-suka, boleh tertarik/tak-tertarik dengan seseorang atau sesuatu—dapatnya belum tentu sesuai dengan yang kita sukai. Alhasil, penderitaan—klesa.

Terakhir:

ALASAN KELIMA: ABHINIVESA ATAU KEINGINAN UNTUK MEMPERTAHANKAN sesuatu—suatu keadaan, suatu pengalaman, hubungan, atau apa saja.

Ingin mempertahankan masa muda—selalu muda, berhenti berusia, berhenti berumur. Berusia 21 tahun selamanya. Apa bisa? Apa mungkin? Kecuali, ya, ada pengecualian yaitu mati, mampus, minggat saat merayakan hari ulang tahun 21. Kemudian, ya, foto yang diambil saat perayaan itu bisa memperlihatkan diri kita berusia 21 tahun untuk selamanya. Setidaknya selama foto itu masih ada, masih ada anggota keluarga, konco, siapa saja yang sudi menyimpan foto itu.

Sumber: (Krishna, Anand. (2015). Yoga Sutra Patanjali Bagi Orang Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Dharma, Kemanusiaan Dalam Diri Manusia

Posted in Inspirasi Rohani with tags , on January 2, 2019 by triwidodo

Kisah Yudistira di awal Perang Bharayayudha

Seorang Master berkisah tentang saat dimulainya Perang Bharatayudha di Kurukshetra. Kedua pasukan lengkap dengan kavaleri, gajah dan infanteri sedang berhadap-hadapan. Terompet kerang ditiup bersahutan membuat suasana mencekam, cemas dan marah bercampur aduk dalam diri setiap prajurit, jantung berdebar lebih kencang dan senjata digenggam lebih kencang.

Dharmaja, atau Yudistira sulung Pandava melepaskan baju besi dan alas kakinya naik kereta menuju kereta Panglima musuh, Bhisma. Duryodhana, gembira mengira Yudistira akan menyerah dan perang tidak usah dilanjutkan.

Keempat saudara Dharmaja sangat terkejut, Arjuna marah melihat kepengecutan Dharmaja, demikian pula Nakula dan Sahadeva serta Bhima. Adalah Krishna sebagai sais kereta Arjuna yang berada di paling depan pasukan Pandava, mengajak ke 4 Pandava mengikuti Dharmaja. “Jangan ragu, selama ini kalian mengikuti langkah Dharmaja, Dharmaja adalah perwujudan dari Dharma. Dia paham bahwa Dharma akan melindungi para pelaku Dharma, apa pun konsekuensinya.”

Dharmaja bersujud di kaki Bhisma yang tangannya dilipat sambil menundukkan kepala, “Pitamaha, Kakek Yang Agung, kami tidak memiliki kesempatan memperoleh kasih sayang dari seorang ayah, Beliau meninggal terlalu cepat. Kakek membesarkan kami sejak bayi dengan penuh kasih, dan membuat kami menjadi seperti yang kami inginkan. Hari ini, kami tidak memiliki hak untuk berperang melawan kakek. Tapi takdir telah berkonspirasi membawa kami ke dalam pertempuran dengan kakek. Izinkan kami mengangkat senjata melawan kakek!”

Bhisma terpesona dan bangga dengan kerendahan hati Dharmaja. Matanya dipenuhi air mata haru. Bhisma memberikan berkah doa restu, “Dharmaja, kau telah terperangkap dalam Dharma dan berhasil melampaui godaan situasi yang kau hadapi untuk tetap menjalankan Dharma. Teladan muliamu telah kau sampaikan kepada dunia. Dharma yang kau ikuti akan memberi kau kemenangan!”

Selanjutnya, Dharmaja dan saudara-saudaranya bergerak ke arah Jenderal Drona. Para Pandava bersujud di kaki Drona, dan Dharmaja berkata, “Guru yang sangat kami hormati, kami berlima adalah murid-muridmu. Bagaimana kami dapat mengangkat senjata melawan Guru? Kami serba salah, maafkan kami atas kesalahan ini. Izinkan kami terlibat pertarungan dengan Guru.”

Drona tersentuh, dalam hati berpikir, betapa hebat dan baiknya Dharmaja, bahkan ketika anjing-anjng perang dilepaskan untuk menyebarkan kematian dan kemarahan, dia tetap berpegang pada Dharma. Dronabahagia mempunyai murid yang demikian, “Dharmaja! Bagiku kau lebih berharga daripada Asvathama, karena aku tertarik padanya sebagai kewajiban dan tanggungjawab, sedangkan aku tertarik kepadamu karena Cinta. Kalian adalah anak-anakku, aku mencintai kalian. Adalah hak kalian untuk memperoleh kekuatan dan kemenangan.

Ketaatan pada Dharma memastikan kemenangan para Pandava.

Berjuang menyampaikan dan menegakkan Kebenaran Kolektif adalah Dharma

Pandava dapat memaafkan tindakan para Kaurava yang berbuat jahat terhadap mereka. Akan tetapi tindakan para Kaurava itu merugikan manusia pada umumnya, menghancurkan kemanusiaan, merusak tatanan sosial masyarakat. Berjuang menegakkan kebenaran adalah sebuah tindakan dharma, walau harus melawan kakek dan guru mereka.

Guruji Anand Krishna dalam Video Youtube berbahasa Indonesia: Karma Individu & Karma Kolektif: Ketika Karma Menjadi Dharma disampaikan bahwa Karma Individu terhadap diri kita harus kita maafkan. Akan tetapi Karma Kolektif terhadap Bangsa kita harus kita selesaikan. Berjuang menyampaikan dan menegakkan Kebenaran Kolektif adalah Dharma.

Sumber:  Video Youtube, Karma Individu & Karma Kolektif, Ketika Karma Menjadi Dharma oleh Bapak Anand Krishna.

#AnandKrishna #UbudAshram

Dharma Berubah dari Waktu ke Waktu

Apakah Dharma yang dilakukan Dharmaja dapat dilakukan pada saat ini?

Guruji Anand Krishna menyampaikan sifat Dharma berubah dari waktu ke waktu:

Dharma seorang bayi lain, dharma orang dewasa lain. Kesalahpahaman terjadi, ketidakpuasan muncul, jika dalam ketidaksadaran kita berupaya untuk memberlakukan satu dharma bagi setiap orang untuk selama-lamanya. Karena tidak sadar akan sifat dharma yang harus berubah dari waktu ke waktu, karena belum memahami sifat hukum yang perlu penyempurnaan dan perbaikan dari masa ke masa, kita selalu bertindak tidak arif, kurang bijaksana.

Dharma atau hukum alam berlaku selama anda masih berada dalam alam. Dan dharma atau hukum alam memang bersifat sementara. Ada peraturan baru, dan peraturan lama pun ditinggalkan. Ada yang kurang baik, maka diperbaiki. Ada yang dikurangi, ada juga yang ditambah. Selama anda masih “terikat” dengan alam, mau tak mau anda harus tunduk pada hukumnya.

Sumber: (Krishna, Anand. (2000). Ah Mereguk Keindahan Tak Terkatakan Pragyaa-Paaramitaa Hridaya Sutra Bagi Orang Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jakarta)

#AnandKrishna #UbudAshram

Dharma, Kemanusiaan dalam Diri Manusia

Guruji Anand Krishna menyampaikan:

Dharma atau kebajikan. Kebajikan adalah ketepatan bertindak. Kebajikan juga berarti kebaikan dalam arti kata seluas-luasnya. Meraih pendidikan yang baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalankan tugas kewajiban kita dengan baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalani hidup ini demi kebaikan adalah juga dharma. Ketepatan dalam hal berpikir dan berperasaan adalah juga dharma. Dharma adalah kemanusiaan dalam diri manusia. Dharma adalah kesadaran berperikemanusiaan.

Bagi seorang prajurit, membunuh musuh di medan perang adalah dharma. Bagi seorang rohaniwan, dharma adalah memaafkan seorang penjahat, sekalipun ia telah berlaku keji dan membunuh. Bagi seorang pengusaha, dharma adalah membantu memutarkan roda ekonomi, bukan hanya mencari uang untuk diri sendiri. Dan, bagi seorang pekerja, dharma adalah melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Setiap orang dituntut untuk menjalankan dharmanya sendiri, atau swadharma melaksanakan tugas kewajibannya seusai dengan kemampuannya.

Dan dharma atau hukum alam memang bersifat sementara. Ada peraturan baru, dan peraturan lama pun ditinggalkan. Ada yang kurang baik, maka diperbaiki. Ada yang dikurangi, ada juga yang ditambah. Selama anda masih “terikat” dengan alam, mau tak mau kita harus tunduk pada hukumnya.

Pengetahuan kita baru sebatas hukum sebab-akibat dan hukum evolusi. Kita belum tahu peraturan bagi “mereka” yang sudah melampauinya. Hukum diapers yang berlaku bagi para bayi yang masih suka ngompol, sudah tidak berlaku lagi bagi seorang anak yang 3-4 tahun usianya. Demikian pula dengan dharma. Dharma seorang bayi lain dengan dharma orang dewasa. Dharma “Para Suci” lain pula…….

Sumber: Buku (Krishna, Anand. (2007). Life Workbook Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Mengikuti Kehendak-Nya dengan Kata-Kata atau Tindakan Nyata

Posted in Inspirasi Rohani with tags , on January 1, 2019 by triwidodo

Kisah Yesus Mengutuk Ritual Kurban Berdarah

Seorang Master berkisah saat Yesus memasuki Bait Suci Yerusalem. Dia menemukan orang-orang mengorbankan merpati, burung dan makhluk hidup lainnya kepada Tuhan. Yesus melepaskan burung-burung dan mengutuk ritual kurban berdarah.

Para Imam membenci tindakan Yesus dan berpendapat bahwa Tuhan yang mereka percayai menerima kurban, dan karena itu mereka memperoleh hak istimewa memimpin ritual. Mereka minta penjelasan Yesus yang mengganggu perintah agama.

Yesus memberitahu mereka dengan sebuah perumpamaan:

Pada suatu ketika ada seorang petani yang memiliki dua putra. Sang petani minta putra pertamanya untuk pergi ke ladang mengawasi tanaman yang siap panen. Putra pertama itu menolak, tidak mau menaatinya.

Sang petani kemudian bertanya tentang kesanggupan putra kedua. Putra kedua menjawab siap, patuh pada perintah Sang Bapa.

Akan tetapi yang terjadi adalah putra kedua menghitung-hitung banyaknya gangguan yang dihadapi yang akan membuatnya sulit tidur. Akhirnya putra kedua tidak pergi ke ladang.

Putra pertama menyadari bahwa dia telah berbuat salah, kemudian bertobat dan segera pergi ke ladang melakukan apa yang diminta Sang Bapa.

Kemudian Yesus bertanya: “Siapakah di antara kedua putra yang lebih disukai Sang Bapa? Anak yang menyatakan persetujuan dari mulut ke mulut dan tidak taat dalam bertindak, atau anak yang tidak taat perintah dari mulut ke mulut, tapi taat dalam bertindak?”

Para Imam terdiam mendengar Yesus yang melanjutkan penjelasan-Nya.

“Kamu boleh menuruti kata-kata tetapi tidak menuruti tindakan. Tindakan-Ku mengungkapkan bahwa Aku melakukan tindakan yang diperintahkan oleh Tuhan. Kalian adalah saksi kalian sendiri, apakah kalian mengikuti perintah Bapa Ilahi? Aku memiliki wewenang lebih besar daripada kalian, karena tindakan kalian menunjukkan bahwa kalian tidak patuh, sedangkan Aku mengikuti perintah-Nya.”

Ajaran Ketika Master Masih Hidup

Guruji Anand Krishna menyampaikan: Ketika seorang Master masih hidup, ajarannya pun masih hidup. Masih dinamis. Masih berkembang. Masih terbuka terhadap kritik, saran, penyesuaian serta penyempurnaan. Seorang Master menerangi ajarannya dengan Pelita Pencerahan yang berada di dalam dirinya.

Setelah Sang Master tidak ada, dan bila mayoritas pengikut belum tercerahkan, belum memiliki Pelita Pencerahan, terjadilah kebingungan. Karena tidak sadar, tidak tahu, mereka akan mati-matian mempertahankan Pelita yang sudah mati. Mereka menjadi fanatik!

Kita lupa bahwa seorang Master datang untuk menunjukkan jalan. Kita lupa bahwa ajaran mereka bagaikan peta. Harus dipelajari dan dijalani, tidak hanya disembah-sembah dan dipuja-puja.

Yang lebih aneh lagi, bila ada orang yang mau membuka peta itu, mau mempelajarinya, kita berang: “Eh, ada urusan apa kamu membuka peta itu? Nanti malah rusak. Taruh kembali, jangan dipegang.” Lucu yah!

Tilopa sedang menjelaskan sesuatu yang luar biasa … Kata-kata bukanlah ajaran. Untuk menjadi ajaran, kata-kata haruslah diterangi oleh pencerahan isi penyampaianya, Pencerahan seorang Master, seorang Mursyid bagaikan nyawa. Kata-kata plus nyawa sama dengan ajaran.

Bila anda berwawasan luas, tidak fanatik terhadap suatu ajaran, dan masih bisa berpikir dengan kepala dingin, anda akan melihat persamaan dalam setiap ajaran. Setiap master, setiap Guru, setiap Murysid sedang menyampaikan hal yang sama. Cara penyampaian mereka bisa berbeda. Tekanan mereka pada hal-hal tertentu bisa berbeda. Tetapi inti ajaran mereka sama. Dan memang harus sama, karena berasal dari sumber yang sama.

And yet, setiap kali, ada saja yang mengulanginya. Kenapa? Yang kita anggap pengulangan sesungguhnya adalah proses pemberian nyawa. Para Master, para Guru, para Mursyid memberi nyawa kepada ajaran-ajaran lama.

Sumber: (Krishna, Anand. (2001). Tantra Yoga. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama)

#AnandKrishna #UbudAshram

Hukum Evolusi, Hukum Kemajuan, Hukum Perkembangan

Guruji Anand Krishna menyampaikan: Hukum alam adalah bahasa dunia. Bila lahir dalam dunia dan hidup di dunia ini, kita harus memahami bahasanya. Apa pula hukum alam yang dimaksud? Hukum aksi-reaksi. Hukum evolusi atau perkembangan, kemajuan. Itulah dua hukum utama.

Landasannya adalah keterkaitan, interdependency. Bila kita menebang pohon seenaknya, banjirlah akibatnya. Itu salah satu contoh dari hukum aksi-reaksi atau sebab-akibat. Dan, ingat itu baru menebang pohon.

Bila kita menjadi pembunuh manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya, jangan kira kita akan lolos dari hukuman. Jangan pula mencari pembenaran, bahwa kita membunuh demi … atau untuk … dan atas nama …

Mau mencari pembenaran sih boleh-boleh saja, asal tahu bahwa itu tidak akan meringankan hukuman kita. Kemudian, hukum perkembangan, kemajuan, evolusi, ekspansi. Segala sesuatu dalam hidup ini mengalami perkembangan. Semuanya sedang berevolusi.

Tidak ada yang mengalami regresi dan kembali pada kehidupan di masa lalu. Bila tidak berkembang bersama hidup, kita akan hidup setengah-setengah. Itulah hukum evolusi. Bila kita tidak melangkah bersama waktu, waktu akan melewati kita.

Sumber: (Krishna, Anand. (2003). Vadan Simfoni Ilahi Hazrat Inayat Khan. Jakarta: Gramedia Pustaka)

#AnandKrishna #UbudAshram